Kamis, 14 November 2013

PAKET WISATA DANAU TOBA 2 MALAM

TUJUAN WISATA :

HARI PERTAMA
  • BRASTAGI
  • HUTA SIALAGAN
  • TUK-TUK SIANDONG
HARI KEDUA
  • MUSEUM SIDABUTAR
  • MAKAM SIDABUTAR
  • TARI SIGALE-GALE
HARI KETIGA
  • MASJID RAYA MEDAN
  • ISTANA MAIMUN
  • MUSEUM TJONG AFIE

    Harga Nego  Rp. 999.000 
    (exc. tiket pesawat)
    ( Mr. Wachid : 081 259 020 878 / 0856 345 2676 )
    Pin BB : 286A6AE4 / e-mail : pt.newfortunetour@yahoo.com



    DATARAN TINGGI BRASTAGI
    Berastagi merupakan objek wisata di dataran tinggi Karo. Berastagi berjarak sekitar 66 kilometer dari Kota Medan. Berastagi diapit oleh 2 gunung berapi aktif yaitu Gunung Sibayak dan Gunung Sinabung. Aktivitas ekonomi di Berastagi terpusat pada pasar sayur dan buah-buahan segar, disini anda dapat berbelanja dipasar buah brastagi dengan harga yang relatif murah. selain itu terdapat bukit Gundaling yaitu Salah satu dari beberapa objek wisata yang melengkapi keindahan kota Berastagi Bukit yang berjarak sekitar 3 kilometer dari pusat kota Berastagi ini, berada diketinggian sekitar 1.575 meter dari permukaan laut. Bukit tersebut menjadi salah satu tujuan bagi wisatawan yang mengunjungi Berastagi.Bukit tersebut banyak ditumbuhi oleh Pohon-pohon Pinus dan terlihat indah bila dilihat dari bawah kota Berastagi. Apalagi ketika berada dipuncaknya, sudah pasti pemandangan indah serta udara yang segar langsung menjadi suguhan pertama bagi wisatawan.




    HUTA SIALLAGAN
    Huta atau Kampung Siallagan terletak di Desa Ambarita, Kecamatan Simanindo, Pulau Samosir. Luas Huta Siallagan sekira 2.400 m² dikelilingi tembok batu tersusun rapi setinggi 1,5 hingga 2 meter. Dulunya tembok tersebut dilengkapi bambu dan benteng ini berfungsi untuk menjaga perkampungan dari gangguan binatang buas maupun serangan suku lain. Perkampungan ini dibangun pada masa raja huta pertama yaitu Raja Laga Siallagan. Kemudian diwariskan kepada Raja Hendrik Siallagan dan seterusnya hingga keturunan Raja Ompu Batu Ginjang Siallagan. Huta Siallagan sejak dahulu dihuni marga Siallagan, yaitu turunan Raja Naiambaton garis keturunan dari Raja Isumbaon anak kedua Raja Batak. Keturunan Raja Siallagan sekarang masih berdiam di seputaran Desa Ambarita dan beberapa makam keturunannya pun bisa ditemukan di tempat ini. Saat Anda memasuki Huta Siallagan maka nampak tidak banyak berbeda dengan umumnya kampung lain di Tanah Batak, yaitu terdiri atas deretan ruma bolon dan sopo. Yang istimewa di sini adalah adanya deretan batu-batu berbentuk kursi tersusun melingkari meja batu. Rangkaian batu tersebut dinamakan Batu Parsidangan dan letaknya persis di tengah perkampungan di  bawah pohon hariara yang akarnya melilit ke mana-mana. Pohon suci masyarakat Batak tersebut memang biasanya ditanam di perkampungan suku Batak. Batu Persidangan tersebut ada di 2 lokasi dimana yang pertama berfungsi sebagai tempat rapat dan yang kedua untuk eksekusi. Batu sidang pertama tertata rapi melingkar di bawah pohon dan berfungsi sebagai tempat rapat. Rangkaian batu kursinya meliputi kursi untuk raja dan permaisuri, kursi para tetua adat, kursi raja untuk huta tetangga dan undangan, serta kursi untuk datu (pemilik ilmu kebathinan). Rangkaian batu kedua tidak jauh berbeda dengan yang pertama hanya saja dilengkapi sebuah batu besar memanjang untuk membaringkan musuh atau terdakwa lalu kepalanya akan dipenggal di batu cekung tersebut. Dinamakan Batu Parsidangan karena memang fungsinya untuk mengadili penjahat atau pelanggar hukum adat (kasus pembunuhan, pencurian, pemerkosaan, dan lainnya) atau juga untuk musuh politik dari sang raja. Apabila bersalah maka terdakwa akan akan dibawa ke belakang kampung untuk dieksekusi di rangkaian batu sidang kedua. Tubuhnya akan dibedah kemudian dipancung. Menurut penuturan masyarakat setempat, dahulu tubuh terdakwa akan disayat hingga darah keluar bila perlu ditetesi tetesan jeruk nipis sebelum dipenggal apabila si terdakwa memiliki ilmu kebal. Ada cerita bahwa potongan tubuh terdakwa itu akan dibagikan untuk dimakan beramai-ramai dan Raja Siallagan bila sangat membenci terdakwa tersebut maka akan memakan jantungnya. Bagian kepala terdakwa akan dibungkus dan dikubur di tempat yang jauh dari Huta Siallagan. Darahnya akan ditampung dengan cawan untuk dijadikan minuman pencuci mulut serta potongan tubuh dan tulangnya dibuang ke Danau Toba. Sang Raja biasanya akan memerintahkan agar masyarakat tidak menyentuh air danau selama satu hingga dua minggu karena air danau dianggap masih berisi roh jahat.




    TUKTUK SIANDONG
    Desa Tuktuk Siadong berlokasi di Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara. Semenanjung kecil ini terletak diantara Desa Tomok dan Desa Ambarita. Desa Tuktuk sangat indah dan tenang suasananya cocok untuk piknik bersama keluarga atau untuk berbulan madu. Di sini riak air danau yang tenang berharmoni dengan padang rumput atau kerbau yang sedang membajak sawah. Hutan menghijau dan kampung adat tradisional Batak melahirkan impresi dan nuansa tersendiri untuk menyempurnakan liburan Anda. Tuktuk Siadong berada di daerah tanjung peninsula yang menjadi kawasan wisata (central tourism district). Pengunjung menikmati wisata bahari di sini seperti berenang, menyelam, berlayar, canoe, memancing, dan lainnya. Di kawasan ini juga dipenuhi akomodasi, restoran, serta industri kreatif terutama ukiran. Danau Toba sendiri menjadi reservoir air tawar terbesar di Asia Tenggara dengan pegunungan tropis membentang sekira 1.100 km dengan kedalaman maksimum sekira 450 meter. Danau ini berada di puncak vulkanik tua sekira 905 meter di atas permukaan air laut. Ada 7 kabupaten mengelilingi Danau Toba, yaitu Simalungun, Toba Samosir, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Dairi, Karo, dan Samosir. Yang terakhir terkenal memiliki panorama alam indah dan menjadi lokasi tujuan wisata terutama Parapat di Simalungun dan Tuktuk Siadong di Pulau Samosir.




    MUSEUM BATAK DI TOMOK
    Museum ini berarsitektur Ruma Bolon, sebuah rumah tradisional tempat tinggal khas Batak. Bangunan museum ini memiliki ornamen yang khas. Pada dinding bangunan didominasi ukiran-ukiran berwarna merah, hitam, dan putih. Ketiga warna ini merupakan warna simbol spiritual orang Batak. Selain itu, pada dinding bangunan terdapat ukiran cicak dan empat buah payudara. Menurut kepercayaan masyarakat Batak, cicak bermakna sebagai perlindungan serta pesan kepada masyarakat Batak bahwasannya masyarakat Batak harus bisa berbaur dengan lingkungan di mana mereka bermukim. Sedangkan empat payudara diyakini oleh masyarakat Batak sebagai simbol seorang ibu atau tanah kelahirannya. Sehingga, makna filosofis sesungguhnya dari ukiran cicak dan empat buah payudara itu adalah kelak bila orang Batak bepergian merantau kemana saja, hendaknya selalu ingat kepada kampung halamannya. Museum yang didirikan pada tahun 2005 ini, memiliki beberapa koleksi benda peninggalan sejarah Batak yang mengandung nilai historis tinggi. Beberapa diantara benda-benda tersebut adalah peralatan perang seperti pedang maupun senapan laras panjang. Kemudian terdapat juga beberapa benda-benda pertanian tradisional yang digunakan pada masa dahulu sebagai mata pencaharian masyarakat Batak, serta beberapa perlengkapan dapur. Selain itu juga terdapat juga beberapa koleksi budaya etnis Batak seperti beberapa patung berbahan kayu, serta beberapa kain tenun ulos yang memiliki bermacam-macam motif. Semua koleksi tersebut merupakan koleksi yang cukup unik untuk dilihat, apalagi koleksi-koleksi tersebut berasal dari sejarah-sejarah etnis Batak di masa lampau. Dan, yang tak kalah pentingnya adalah koleksi buku aksara Batak (buku lak-lak).




    MAKAM RAJA SIDABUTAR
    Salah satu peninggalan zaman megalitik yang cukup terkenal di Pulau Samosir adalah Makam Raja Sidabutar. Makam yang terbuat dari batu utuh tanpa persambungan ini dipahat untuk tempat peristirahatan Raja Sidabutar, penguasa kawasan Tomok pada masa itu. Walaupun bergelar raja, namun sebenarnya kekuasaannya setara dengan kepala adat atau kepala desa. Berdasarkan sejarah, Sidabutar merupakan orang pertama yang menginjakkan kakinya di Pulau Samosir. Kuburan yang sudah berumur 469 tahun itu, merupakan kubur batu (sarkofagus). Pada batu itu, selain dipahatkan wajah sang raja, juga dipahatkan wajah permaisurinya yang bernama Boru Damanik. Di kompleks itu, terdapat pula ukiran lelaki yang duduk di bawah pahatan kepala raja, yaitu Panglima Guru Saung Lang Meraji. Lelaki yang berasal dari daerah Pakpak Dairi tersebut, konon adalah penasih raja sekaligus panglima perang yang sangat dipercaya. Sedangkan, kedua patung gajah yang diletakkan di sebelah kiri dan kanan kuburan batu Raja Sidabutar mempunyai kisah tersendiri. Dikisahkan bahwa Raja Sidabutar adalah raja sakti yang kekuatannya terhubung dengan rambutnya yang panjang dan gimbal. Apabila dipotong maka raja akan kehilangan kesaktiannya. Lambang gajah yang mengapit dasar makam tersebut mewakili kisah tentang mahar yang ia bayarkan saat meminang Boru Damanik. Ketika itu, Raja Sidabutar memerintahkan Guru Saung Lang Meraji mencari mahar berupa gajah, hewan yang sulit didapat ke daerah yang ada gajahnya yaitu Lampung atau Aceh. Akhirnya, dengan kesaktian yang dimilikinya, Guru Saung Lang Meraji mampu menjinakkan kedua gajah di Aceh, dan dibawa pulang untuk dihadapkan kepada Raja Sidabutar. Kompleks makam berisi tiga kuburan raja beserta beberapa kuburan kerabatnya. Raja yang pertama dan raja yang kedua belum memeluk agama samawi namun masih menganut aliran kepercayaan setempat yang biasa disebut Parmalim. Sedangkan untuk raja yang ketiga, yang bernama Solompoan Sidabutar sudah menganut agama Kristen yang dibawa oleh Nomensen, seorang misionaris asal Jerman pada tahun 1881 ke Tanah Batak. Perbedaan aliran yang dianut oleh raja-raja, ditandai dengan kain yang diletakkan di atas makam, dan ornamen salib yang menghiasi makam raja ketiga. Sebelum memasuki pemakaman Raja Sidabutar, pengunjung pertama sekali diwajibkan mengenakan ulos yang sudah disediakan penjaga makam tepat di depan pintu masuk kompleks makam. Ketentuan ini telah berlaku semenjak Raja Sidabutar wafat pada tahun 1544. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, bila hal ini dilanggar maka pengunjung yang melanggar tersebut akan didatangi oleh Raja Sidabutar lewat mimpi. Ulos tersebut sebagai simbol untuk menjaga kesopanan. Ulos yang digunakan pengunjung pria berbeda dengan ulos yang digunakan oleh pengunjung perempuan. Di belakang makam tersebut juga terdapat patung batu yang menggambarkan perkumpulan masyarakat Batak. Dahulunya patung tersebut digunakan para leluhur untuk memohon agar diturunkan hujan.Kompleks kuburan tua Raja Sidabutar hingga kini masih terawat dengan baik, dan hampir tiap hari terdapat beberapa pengunjung yang singgah di makam tersebut.




    TARI SIGALE GALE
    Tarian Sigale-gale khas suku Batak samosir ini, menjadi salah satu objek wisata paling banyak diminati oleh wisatawan. Sebuah tarian indah mengikuti irama alunan nada yang tercipta dari alat musik khas suku Batak bernama Gondang. Sungguh hal ini menjadi salah satu bagian wisata yang menawarkan sebuah pesona dan daya tarik di Desa Tomok.Terdapat sebuah sejarah yang menceritakan bagaimana awal diadakannya Tarian Sigale-gale tersebut. Menurut penuturan beberapa penduduk setempat dan cerita dari orang-orang yang pernah mengunjungi dan menyaksikan keindahan Tarian Sigale-gale, ada beberapa versi cerita berbeda yang menerangkan awal terciptanya tarian tersebut.salah satu versi menceritakan, bahwasanya pada jaman dahulu terdapat seorang anak raja yang bernama Manggale yang hilang dan tidak diketahui keberadaannya setelah mengikuti sebuah peperangan. Berbagai penuturan juga menceritakan bahwa putra sang raja tersebut dikabarkan tewas ketika berperang.Hal ini membuat sang raja menjadi terpuruk dalam kesedihan dan menyebabkannya jatuh sakit. Melihat kondisi kesehatan raja yang terus memburuk, pada akhirnya para penasehat sepakat memberikan saran kepada sang raja untuk membuat sebuah pahatan kayu berwujud manusia dan menyerupai putranya yang bernama Manggale tersebut. Dalam cerita ini juga menjelaskan, adanya sebuah upacara ritual, dilakukan guna memanggil arwah sang putra yang dimasukkan kedalam patung tersebut agar dapat menari guna menghibur sang raja. Bila dilihat dari sisi lain, patung kayu yang bernama Sigale-gale ini, merupakan sosok penari utama dalam kegiatan tarian khas Batak tersebut. Hal inilah yang menjadi keunikan tersendiri Tarian Sigale-gale dan menyebabkan tarian ini begitu mempesona dan banyak disukai oleh wisatawan. Pasalnya sosok penari utama tersebut ikut menari bersama penari pengiring lain yang berasal dari masyarakat setempat. Patung tersebut ternyata dapat bergerak-gerak dan mengikuti irama musik yang dimainkan oleh masyarakat suku Batak.Namun, anda jangan berpikiran bahwa patung Sigale-gale tersebut bergerak dengan sendirinya ya? Nah, patung Sigale-gale ini dapat bergerak dan seolah-olah ikut menari, karena digerakkan oleh seseorang dengan menggunakan tali yang dihubungkan pada patung kayu tersebut.


    MASJID RAYA MEDAN
    Masjid Raya Medan atau Masjid Raya Al Mashun merupakan identitas Kota Medan ini, memang bukan sekedar bangunan antik bersejarah biasa, tetapi juga menyimpan keunikan tersendiri mulai dari gaya arsitektur, bentuk bangunan, kubah, menara, pilar utama hingga ornamen-ornamen kaligrafi yang menghiasi tiap bagian bangunan tua ini. Masjid ini dirancang dengan perpaduan gaya arsitektur Timur Tengah, India dan Eropa abad 18. Merupakan salah satu peninggalan Sultan Ma’moen Al Rasyid Perkasa Alam - penguasa ke 9 Kerajaan Melayu Deli yang berkuasa 1873 - 1924 . Masjid Raya Al- Mashun sendiri dibangun tahun 1906 diatas lahan seluas 18.000 meter persegi, dapat menampung sekitar 1.500 jamaah dan digunakan pertama kali pada hari Jum’at 25 Sya’ban 1329 H ( 10 September 1909). Masjid Raya Al-Mashun Medan, banyak dikagumi karena bentuknya yang unik tidak seperti bangunan masjid biasa yang umumnya berbentuk segi empat. Masjid ini, dirancang berbentuk bundar segi delapan dengan 4 serambi utama - di depan, belakang, dan samping kiri kanan, yang sekaligus menjadi pintu utama masuk ke masjid. Antara serambi yang satu dengan lainnya dihubungkan oleh selasar kecil, sehingga melindungi bangunan/ruang utama dari luar. Di bagian dalam masjid ini, ditopang oleh 8 buah pilar utama berdiameter 0,60 m yang menjulang tinggi dan langsung menjadi penyangga kubah utama pada bagian tengah. Sedangkan 4 kubah lainnya berada di atas ke empat serambi selain ditambah dengan 2 buah menara di kiri-kanan belakang masjidKecuali itu, mimbar, keempat pintu utama dan 8 buah jendela serambi terbuat dari ukiran kayu jenis merbau bergaya seni tinggi - terbukti hingga kini masih tetap utuh. Belum lagi dengan ukiran dan hiasan ornamen khas Melayu Deli pada setiap sudut bangunan, yang serta merta melahirkan nilai-nilai sakral religius yang teramat dalam bagi tiap orang yang memasukinya.



    ISTANA MAIMUN
    Istana Maimun, terkadang disebut juga Istana Putri Hijau, merupakan istana kebesaran Kerajaan Deli. Istana ini didominasi warna kuning, warna kebesaran kerajaan Melayu. Pembangunan istana selesai pada 25 Agustus 1888 M, di masa kekuasaan Sultan Makmun al-Rasyid Perkasa Alamsyah. Sultan Makmun adalah putra sulung Sultan Mahmud Perkasa Alam, pendiri kota Medan.
    Sejak tahun 1946, Istana ini dihuni oleh para ahli waris Kesultanan Deli. Dalam waktu-waktu tertentu, di istana ini sering diadakan pertunjukan musik tradisional Melayu. Biasanya, pertunjukan-pertunjukan tersebut dihelat dalam rangka memeriahkan pesta perkawinan dan kegiatan sukacita lainnya. Selain itu, dua kali dalam setahun, Sultan Deli biasanya mengadakan acara silaturahmi antar keluarga besar istana. Pada setiap malam Jumat, para keluarga sultan mengadakan acara rawatib adat (semacam wiridan keluarga).
    Bagi para pengunjung yang datang ke istana, mereka masih bisa melihat-lihat koleksi yang dipajang di ruang pertemuan, seperti foto-foto keluarga sultan, perabot rumah tangga Belanda kuno, dan berbagai jenis senjata. Di sini, juga terdapat meriam buntung yang memiliki legenda tersendiri. Orang Medan menyebut meriam ini dengan sebutan meriam puntung.
    Kisah meriam puntung ini punya kaitan dengan Putri Hijau. Dikisahkan, di Kerajaan Timur Raya, hiduplah seorang putri yang cantik jelita, bernama Putri Hijau. Ia disebut demikian, karena tubuhnya memancarkan warna hijau. Ia memiliki dua orang saudara laki-laki, yaitu Mambang Yasid dan Mambang Khayali. Suatu ketika, datanglah Raja Aceh meminang Putri Hijau, namun, pinangan ini ditolak oleh kedua saudaranya. Raja Aceh menjadi marah, lalu menyerang Kerajaan Timur Raya. Raja Aceh berhasil mengalahkan Mambang Yasid. Saat tentara Aceh hendak masuk istana menculik Putri Hijau, mendadak terjadi keajaiban, Mambang Khayali tiba-tiba berubah menjadi meriam dan menembak membabi-buta tanpa henti. Karena terus-menerus menembakkan peluru ke arah pasukan Aceh, maka meriam ini terpecah dua. Bagian depannya ditemukan di daerah Surbakti, di dataran tinggi Karo, dekat Kabanjahe. Sementara bagian belakang terlempar ke Labuhan Deli, kemudian dipindahkan ke halaman Istana Maimun.



    MUSEUM TJONG A FIE
    Tjong A Fie, siapa yang tidak mengenal beliau ? Sebahagian besar masyarakat Kota Medan pasti sudah mengetahui seorang pengusaha yang dikenal hartawan dan dermawan tersebut. Bahkan namanya pun sangat tersohor di Pulau Sumatera dan Negara Malaysia. Tjong A Fie (1860 – 1921) adalah seorang pengusaha besar asal Guangdong, China yang memiliki usaha di sektor perkebunan yang berkembang pesat di Sumatera Utara maupun di Pulau Sumatera. Beliau terlahir dari keluarga yang sangat sederhana di negerinya. Berbekal semangatnya yang kala itu masih berusia belasan tahun, beliau merantau ke Indonesia dengan status sebagai imigran dan menetap di Kota Medan pada tahun 1875 bersama kakaknya yang bernama Tjong Yong Hian yang pada saat itu merupakan pemimpin etnis Tionghoa di Kota Medan. Ketika kakaknya wafat pada tahun 1911, Tjong A Fie diangkat menjadi pemimpin Komunitas Etnis Tionghoa menggantikan kakaknya. Beliau juga dikenal sangat pandai dalam bergaul, sehingga beliau mempunyai teman dan relasi yang cukup banyak dari berbagai etnis di kota Medan seperti etnis Jawa, Batak, Minang maupun etnis India. Beliau juga cakap dalam menyelesaikan masalah sengketa yang terjadi pada etnis Tionghoa, sehingga beliau terkenal bijaksana dan sosiawan. Tak hanya dari kalangan biasa saja, beliau bahkan sangat dekat dengan pejabat seperti beberapa pejabat pemerintah Hindia Belanda dan Sultan Ma’moen Al Rasyid Perkasa Alamsyah IX yang merupakan Raja Melayu Deli yang berkuasa pada masa itu. Tjong A Fie juga dikenal sangat dermawan, beberapa kali beliau membantu pembangunan tempat-tempat umum seperti sekolah, Rumah Sakit, Vihara, Masjid, Gereja dan tempat-tempat umum lainnya di Kota Medan demi digunakan untuk kepentingan bersama. Hingga akhir hayatnya beliau memberikan sebuah wasiat yang berisi bahwa seluruh harta kekayaan yang dimilikinya harus digunakan untuk mendirikan Yayasan Toen Moek Tong yang membantu pendidikan para pemuda yang kurang mampu, membantu fakir miskin dan korban bencana alam tanpa membedakan-bedakan kebangsaan mereka. Itulah sejarah singkat perjalanan seorang tokoh legendaris yang bernama Tjong A Fie.Salah satu peninggalan Tjong A Fie adalah tempat tinggalnya yang disebut Mansion (Rumah Besar) yang mulai dibangun pada tahun 1900 dan memakan waktu 5 tahun untuk pembangunannya. Rumah ini ditempati oleh keluarga Tjong A Fie bersama istri ke tiganya yang bernama Lim Koei Yap. Rumah yang terdiri dari 2 lantai ini terletak di Jln. Ahmad Yani, Kelurahan Kesawan, Kota Medan. Arsitektur rumah yang memadukan 3 unsur budaya seperti Tionghoa, Eropa dan Melayu tersebut ternyata menghabiskan biaya sekitar 50.000 Golden, mata uang Belanda yang digunakan pada saat itu.Hingga kini rumah tersebut masih ditempati oleh seorang cucunya yang bernama Fon Prawira dan keluarganya. Fon Prawira adalah cucu dari anaknya yang ke empat yang bernama Ching Kweet Leong. Rumah tersebut kini menjadi Museum dan telah dibuka bagi masyarakat pada tanggal 18 Juni 2009 bertepatan dengan peringatan 150 tahun Tjong A Fie.


    BIKA AMBON
    Meskipun memakai nama Ambon, kue Bika Ambon aslinya berasal dari Medan. Kue berwarna kuning dengan tekstur berserat dan berlubang ini sudah cukup lama menjadi pilihan oleh-oleh favorit wisatawan yang berkunjung ke Medan. Selain rasa original, kue Bika Ambon juga memiliki beberapa rasa lainnya seperti rasa pandan, mocca, dan keju. Ada banyak penjual kue bika Ambon di Medan, salah satu yang paling terkenal adalah Bika Ambon Zulaikha di Jalan Mojopahit No. 62.  Harga Bika Ambon ukuran besar antara Rp 60 - 70 ribu dan ukuran kecil antara Rp 35 - 43 ribu dengan daya tahan hingga empat hari.


    UCOK DURIAN MEDAN
    Oleh-oleh khas Medan yang wajib dibawa adalah Durian Medan. Sejak banyaknya wisatawan yang menggunakan pesawat, banyak yang kesulitan membawa oleh-oleh durian karena dilarang oleh perusahaan penerbangan. Untuk menyiasatinya, para pedagang durian menjual durian yang sudah dikupas dan dikemas dengan rapih sehingga aroma durian yang menyengat tidak tercium lagi. Durian kupas ini bisa dibawa langsung atau dikirim melalui paket. Salah satu kios penjual durian yang terkenal di Medan adalah Durian Ucok yang berlokasi di Jl. Iskandar Muda dan Jl Wahid Hasyim. Harga durian yang dijual berkisar antara Rp 20 - 40 ribu per buah. Ada juga durian dalam paket kemasan yang bisa tahan hingga dua minggu yang dibanderol mulai dari Rp 125 - 400 ribu.



    * Everyone Can Enjoy The Trully Holiday *
    Setiap Orang Bisa Menikmati Liburan Sebenarnya Bersama New Fortune Tour


    Alamat Office : Jl. Malang No. 155 Kandangan, Ds. Kandangan Kec. Kandangan
    Kab. Kediri - Jawa Timur - Kode Pos : 64294
    Telp : 0354 327739 - Fax : 0354 327739